Ilmu layaknya isian risol, beraneka ragam namun satu kenikmatan.

Monday, April 8, 2013

Bersatu Melawan Intervensi Asing

9:30 PM Posted by Agus Hadi Muhidin , No comments

Kita ingin hidup sebagai bangsa yang berwibawa. Kenapa harus berwibawa? Karena wibawa adalah harga diri. Orang-orang yang tidak punya harga diri, mereka akan diumpamakan seperti orang yang mati. Hidup, tapi seperti mati karena adanya mereka seperti tiada. Para Samurai di Jepang mengakhiri hidup secara harakiri saat mereka merasa kalah dalam menghadapi musuh, itu dilakukan demi harga diri. Demi harga diri pula, bangsa Indonesia telah mengorbankan ribuan putra-putrinya untuk mengusir para penjajah di era perjuangan meraih kemerdekaan dan upaya mempertahankannya.




Hari ini, wibawa negara kita telah rusak. Harga dirinya tercabik-cabik disebabkan ulah para elit yang individualis. Kepentingan pribadi mereka lebih penting daripada kepentingan bangsa. Akibatnya, semua sendi kehidupan kita dikontrol oleh kepentingan asing. Di satu sudut problematika bangsa, kita gagal memanfaatkan sumber daya alam kita semaksimalnya untuk menyejahterakan rakyat kita karena para elit kita lebih mementingkan kepentingan asing ketimbang memikirkan nasib rakyat Indonesia yang kian nestapa dalam duka dan laranya. Hampir semua proyek pengolahan hasil alam kita dipegang oleh perusahaan asing. Rakyat kita tetap tersiksa dalam ‘syurga’ penghasil sumber daya alam yang melimpah.

Intervensi asing
Lebih 75 persen sektor migas kita dikuasai korporasi asing seperti Chevron, Total E&P 10 persen, Conoco Phillips, Medco Energy dan masih banyak lagi. Pertamina “hanya” menguasai pasar migas Indonesia 16 persen. Bahkan,  Intervensi asing juga terlihat dalam pinjaman luar negeri pemerintah terhadap Bank Dunia sebesar  141 Juta dolar AS pada 2003 dengan Loan No. 4712-IND untuk pengembangan dan penguatan sektor energi di Jawa dan Bali(Dwitho Frasetiandy, Tribunnews Banjarmasin, 22 Maret 2012). Pada konflik Papua, intervensi asing terlihat dari pemberitaan yang begitu antusias ketika ada korban dari pihak warga Papua. Seperti yang dikatakan oleh Komaruddin Hidayat, bahwa sumber daya alam yang melimpah membuat Papua menjadi ‘gula manis’ bagi berbagai pihak termasuk pihak asing untuk mencicipi dan meraup keuntungan didalamnya.

Di sudut lain persoalan bangsa ini, hukum kita mudah saja diinjak-injak oleh kepentingan asing. Kasus grasi Ratu Meriyuana Schapelle Corby adalah diantara bukti terbaru yang konkrit. Presiden SBY memberikan grasi 5 tahun kepada terpidana kasus narkoba asal Australia. Hatta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mempertanyakan pemberian grasi tersebut.  “Kita sudah punya komitmen 4 kejahatan besar, itu salah satunya narkoba. Mestinya diberi hukuman yang berat. Tapi Corby ini kenapa diberi grasi sementara yang lain tidak?” kata Mahfud MD. Grasi ini secara tersirat memperlihatkan kepada kita bagaimana negara kita tidak berdaya melawan kepentingan asing.

Dalam sektor pendidikan, meskipun Indonesia telah lama merdeka, tapi sistem pendidikan yang sekuler materialistik yang merupakan imperialisme gaya baru masih tetap dipertahankan. Rancangan Undang Undang (RUU) Perguruan Tinggi (PT) yang dipolemikkan dinilai sebagai ajang liberalisasi pendidikan. Sejumlah pasal pada RUU PT tersebut berbau kapitalis karena memberikan kesempatan asing mendirikan perguruan tinggi.

Kita diintervensi di semua lini. Dimana harga diri dan wibawa kita sebagai bangsa yang telah merdeka?

Intervensi budaya lewat Lady Gaga dan Irshad Manji
Lady Gaga akhirnya menolak untuk Konser di Indonesia. Tekanan bertubi-tubi dari berbagai elemen masyarakat Indonesia diyakini banyak kalangan sebagai alasan utama dibatalkannya konser tersebut. Lalu apa kaitannya antara Lady Gaga dan kewibawaan bangsa Indonesia? Berbagai aksi masyarakat Indonesia untuk menolak konser Lady Gagal adalah bukti bahwa masyarakat kita masih mencintai budayanya dan menolak intervensi totalitas oleh budaya dan kepentingan asing. Masyarakat kita menolak Lady Gaga bukan hanya karena dia dikenal sebagai ikon musik yang lahir dari budaya bebas bangsa Amerika, tapi juga karena semua gaya hidup, lirik lagu dan tarian-tarian Lady Gaga bermuara kepada pemujaan Syaitan, mengumbar birahi dan seruan untuk meninggalkan moral agama. Penolakan masyarakat kita kepada Lady Gaga ini adalah bukti bahwa bangsa kita masih berwibawa dalam hal budaya. Bangsa kita masih cerdas untuk tidak menerima model budaya asing yang tidak sesuai dengan nurani dan keyakinan transendentalnya. Dari hasil polling detik, 64,52% menyatakan setuju dengan pelarangan konser Lady Gaga, sedangkan Republika 83,11%

Sebelum isu konser Lady Gaga booming di Media Massa, beberapa waktu Indonesia juga didatangi oleh Irshad Manji yang juga menyerukan kepada kebebasan dengan melepas diri dari moral agama. Irshad Manji dengan bukunya: “Allah, Liberty and Love” mencoba memperkenalkan sebuah gerakan keberanian moral versinya. Bahwa semua orang harus berani untuk keluar dari sekat-sekat aturan agama menuju kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa perlu merasa salah ataupun takut. Atas dasar ini, Irshad Manji yang menngaku sebagai Muslim dengan bangga memperkenalkan dirinya sebagai seorang Lesbian. Meskipun Irshad Manji lebih beruntung daripada Lady Gaga karena banyaknya diskusi untuk kebebasan tanpa batas yang sempat dihadirinya, namun demikian suara-suara yang menolak seruan Irshad Manji juga terdengar muncul dimana-mana walaupun tidak sedikit juga yang turun ke jalan-jalan untuk “mendukung” Irshad Manji seperti yang terlihat di Yogyakarta.

Pada akhirnya, satu kesimpulan bisa kita ambil bahwa bangsa kita konsisten menolak upaya intervensi asing dalam budaya kita. Pertanyaan sekarang, mampukah bangsa ini tetap bersuara saat kepentingan asing mencoba mengintervensi tatanan hukum, politik, pendidikan, militer, ekonomi kita dan sebagainya?

Momentum memperbaiki kedaulatan bangsa
Salah satu negara yang paling berwibawa di mata dunia saat ini adalah China. Negara ini terbukti konsisten mampu menjaga wibawanya dengan menolak intervensi asing dalam bentuk dan model apapun meskipun dengan resiko mendapat cap buruk oleh media massa asing. Kita bisa melihat bagaimana China konsisten menolak semua bentuk intervensi asing dalam urusan internal negaranya. Sebagai contoh kita melihat bagaimana China menolak intervensi AS dalam memutuskan kebijakan mata uangnya. Di satu sisi, mereka tetap bekerjasama dengan asing, tapi di sisi lain mereka menolak intervensi dalam bentuk apapun. Hasilnya, China menjadi negara besar yang disegani oleh kawan maupun lawan.

Untuk menjadi bangsa berwibawa seperti China, mungkin kita butuh pemimpin yang tidak bisa diatur oleh kepentingan asing. Kita butuh pemimpin yang serius bekerja untuk kepentingan rakyat. Kita butuh pemimpin yang mampu mengawal konstitusi kita. Namun demikian, melihat kondisi elitis negeri kita yang tidak mampu melawan atas setiap intervensi asing, maka kita butuh masyarakat yang peduli dan kritis untuk mengawal perjalanan bangsa ini menuju bangsa yang bermartabat. Kita butuh komunitas-komunitas masyarakat yang berani mengkritisi pemerintah selama itu untuk menyelamatkan konstitusi kita. Suara-suara atau bahkan aksi kritis bangsa ini harus terus dirawat dan dipelihara dan bukan dimusuhi, karena mereka adalah bagian dari bangsa ini. Mereka adalah kekuatan Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki wibawa bangsa Indonesia. Sebagaimana masyarakat kita yang bersatu menolak kehadiran Lady Gaga dan Irshad Manji karena dinilai sebagai intervensi budaya asing, kita berharap suara kritis itu juga mampu ditunjukkan untuk melawan intervensi pada tatanan kehidupan lainnya. Jika kita mampu menghadang laju intervensi budaya asing, tentu kita juga akan mampu menahan laju intervensi asing atas tatanan kehidupan lainnya, seperti pada sektor ekonomi dan migas, politik, pendidikan dan sebagainya. Tidak mustahil kan?

0 comments:

Post a Comment