Ilmu layaknya isian risol, beraneka ragam namun satu kenikmatan.

Showing posts with label Materi Kuliah. Show all posts
Showing posts with label Materi Kuliah. Show all posts

Tuesday, April 30, 2013

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

2:04 PM Posted by Agus Hadi Muhidin , , No comments

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan system syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.

Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.

Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih.

Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.

Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no.7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.


Tabel 1.1 Perkembangan Bank Syariah Indonesia
Indikasi
1998
KP/UUS
2003
KP/UUS
2004
KP/UUS
2005
KP/UUS
2006
KP/UUS
2007
KP/UUS
2008
KP/UUS
2009
KP/UUS
BUS
1
2
3
3
3
3
5
6
UUS
-
8
15
19
20
25
27
25
BPRS
76
84
88
92
105
114
131
139
Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009.

Keterangan :
BUS
=
Bank Umum Syariah
UUS
=
Unit Usaha Syariah
BPRS
=
Bank Perkreditan Rakyat Syariah
KP/UUS
=
Kantor Pusat/Unit Usaha Syariah

Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan laporan tahunan BI 2009 (Desember 2009). secara kuantitas, pencapaian perbankan syariah sungguh membanggakan dan terus mengalami peningkatan dalam jumlah bank. Jika pada tahun 1998 hanya ada satu Bank Umum Syariah dan 76 Bank Perkreditan Rakyat Syariah, maka pada Desember 2009 (berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia) jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri atas 6 Bank Umum Syariah dan 25 Unit Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 139 unit pada periode yang sama.

Tabel 1.2 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)
Indikasi
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Aset
7.945
15.210
20.880
28.722
36,537
49.555
66.090
DPK
5.725
11.718
15.584
20.672
28.011
36.852
52.271
Pembiayaan
5.561
11.324
15.270
20.445
27.944
38.198
46.886
FDR
97,14%
96,64%
97,76%
98,90%
99.76%
103.65%
89.70%
NPF
2,34%
2,38%
2,82%
4,75%
4,07%
3.95%
4.01%

Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009.

Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan terakhir indikasi-indikasi perbankan syariah. Perkembangan asset perbankan syariah meningkat sangat signifikan dari akhir tahun 2008 sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar lebih dari 33.37 persen. Penghimpunan dana dan pembiayaan mencapai peningkatan sebesar 41.84 dan 22.74 persen.



Jika dilihat dari rasio pembiayaan yang disalurkan dengan besarnya dana pihak ketiga (DPK) yang dinyatakan dengan nilai Financing to Deposit Ratio (FDR), maka bank syariah memiliki rata-rata FDR sebesar 97.65 persen. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya, pada tahun 2008 Financing to Defosit Ratio perbankan syariah lebih dari 100 %. Tingginya tingkat FDR tersebut karena pembiayaan yang disalurkan selama bulan maret – November 2008 lebih besar dari Dana Pihak ketiga.

Yang perlu di catat disini adalah, meskipun pembiayaan yang disalurkan lebih besar dari DPK, tetapi tingkat kegalalan bayar atau yang dinyatakan dalam Non Performing Financing (NPF) ternyata lebih sedikit dari periode tahun 2006-2007, yakni hanya sebesar 3.95%, masih dibawah batas ketentuan minimal sebesar 5 persen. Artinya bank syariah betul betul menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan dengan tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian. Selain itu juga, secara keseluruhan perbankan syariah relatif lebih sehat.

Tabel 1.3. Perbandingan Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank
Islamic Bank(Des 08)
Total Bank
Islamic Bank(Des 09)
Total Bank
Nominal
Share
Nominal
Share
Total Asset
49,56
2.14%
2,310.60
66,09
2.61%
2,534.10
Deposit Fund
36,85
2.10%
1,753.30
52,27
2.65%
1,973.00
Credit Financial Extended
38,20
-
-
46,88
-
-
FDR/LDR
103.66%
-
-
89.70%
-
-

Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009

Pada tabel 1.3 terlihat bahwa pangsa perbankan syariah meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2008 pada bulan yang sama, yaitu asset menjadi 2.61% meningkat sebesar 0.47% , Deposit Fund atau DPK juga mengalami pertumbuhan menjadi 2,02%, meningkat 0,24%. hal ini menunjukkan kinerja dan potensi perbankan syariah mengalami perkembangan yang baik.

Gb. 1.4. Komposisi Pembiayaan Bank Syariah
Pada table 1.4 terlihat bahwa persentase pembiayaan murabahah dengan prinsip jual-beli yang dilakukan oleh perbankan syariah mendominasi jauh di atas dari pembiayaan mudharabah dan musyarokah. Pada tahun 2003 terjadi perberdaan terbesar dimana persentase pembiayaan mudharabah dan musyarokah hanya sebesar 14,36 dan 5,53 persen sedangkan pembiayaan murabahah sebesar 70,81 persen. Namun sayangnya, meskipun pembiayaan dengan prinsip jual – beli selalu mengalami penurun setiap tahunnya namun jumlah persentasenya tidak pernah kurang dari lima-puluh persen.
Semestinya, pembiayaan dengan akad mudharabah dan akad musyarakah harus lebih banyak. Karena pada akad inilah karakteristik dasar perbankan syariah terbentuk. Kedua akad tersebut merupakan akad dengan sistem bagi hasil. Perbankan syariah dengan sistem bagi hasil inilah yang menjadi pembeda dengan bank konvensional.


Wallahu ‘alam


Bahan Referensi http://www.bi.go.id

Monday, February 27, 2012

Sosiologi Politik Bag 1

7:36 AM Posted by Agus Hadi Muhidin No comments

Pengertian Sosiologi Politik

Terdapat beberapa definisi tentang sosiologi yang dikemukakan oleh berbagai tokoh sosiologi. Benang merahnya adalah bahwa sosiologi pada dasarnya memusatkan perhatiannya pada masyarakat dan individu, karena menurut sosiologi, masyarakat sebagai tempat interaksi tindakan-tindakan individu di mana tindakan tersebut dapat mempengaruhi masyarakat. Sosiologi juga memahami tentang lembaga sosial dan kelompok sosial yang merupakan bagian dari masyarakat sebagai unit analisis sosiologi. Selain itu sosiologi juga mempelajari tentang tatanan sosial serta perubahan sosial.

Politik berkaitan pelaksanaan kegiatan dan sistem politik untuk tercapainya tujuan bersama yang telah ditetapkan, dalam hal ini adanya penggunaan kekuasaan agar tujuan tersebut dapat terlaksana. Perlu untuk dipahami bahwa tujuan yang telah ditentukan tersebut merupakan tujuan publik dan bukannya tujuan individu. Sedangkan sosiologi politik dasarnya berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.

Sumbangan Pemikiran Teori Klasik pada Sosiologi Politik
Dari beberapa tokoh teori klasik sosiologi ada beberapa tokoh yang dianggap banyak memberikan kontribusi dalam hal teori yang sampai sekarangpun masih digunakan sebagai dasar berpikir dalam menjelaskan sosiologi politik. Tokoh tersebut antara lain adalah Karl Marx, Max Weber dan Emile Durkheim. Ketiganya dapat dianggap sebagai tokoh yang utama dalam teori klasik.

Meskipun ketiganya tidak secara jelas menjelaskan tentang sosiologi politik tetapi teori-teori dan konsep-konsep mereka tersebut dapat memberikan suatu pemahaman yang mendalam tentang sosiologi politik dengan berdasarkan teori sosiologi klasik.
Persamaan ketiga tokoh tersebut dalam menjelaskan teorinya adalah:
a.      Memberikan analisis secara makro
b.      Penjelasan bersifat komparasi sejarah
c.       Mengemukakan adanya perubahan sosial
d.      Teorinya dapat diterapkan di semua tipe masyarakat
e.       
Setiap tokoh mempunyai pendekatan dan konsep yang berbeda dalam memberikan kontribusi dalam sosiologi politik. Marx dengan pendekatan materialisme historis dengan konsep tentang kelas, eksploitasi, alinasi, negara serta ideologi. Pendekatan Weber adalah analisis tipe ideal dan sosiologi intepretatif, dengan konsep rasionalisasi, otoritas, kelompok status serta partai politik. Sedangkan pendekatan Durkheim adalah fungsionalisme sosiologis melalui konsepnya solidaritas sosial, anomie dan kesadaran kolektif. Konsep kekerabatan, agama, ekonomi, stratifikasi dan sistem nilai dan kepercayaan bersama merupakan faktor-faktor sosial budaya yang banyak memberikan pengaruh pada pelaksanaan sistem politik, di mana masing-masing tokoh akan mengemukakan hipotesisnya dalam pelaksanaan kegiatan politik.

Faktor-faktor Berpengaruh Terhadap Sikap Perilaku Politik Individu
Keluarga
Dari urain di atas nampak bahwa peranan kehidupan keluarga dalam mendorong partisipasi politik seseorang cukup signifikan. Setidaknya dalam keluarga yang memiliki minat politik yang tinggi, cenderung homogen dalam pilihan politik, ditambah dengan tingkat kohesi keluarganya yang cukup tinggi, kecenderungan seorang anak untuk berpartisipasi dalam politik sebagaimana kehidupan politik keluargannya relatif tinggi.
Aspek-aspek kehidupan keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi partisipasi politik seorang anak, diantaranya karena:
a.       Tingkat daya tarik keluarga bagi seorang anak
b.       Tingkat kesamaan pilihan (preferensi) politik orang tua
c.        Tingkat keutuhan (cohesiveness) keluarga
d.       Tingkat minat orang tua terhadap politik
e.      Proses sosialisasi politik keluarga


Agama dan Ekonomi
Selain keluarga faktor yang mempengaruhi perilaku politik individu adalah agama yang dianutnya. Dalam kenyataan pendidikan anak dalam keluarga antara lain mengajarkan tentang otoritas, yaitu otoritas orang tua. Otoritas ini merupakan perpaduan antara otoritas politik dan agama. Sementara organisasi keagamaan di luar rumah pada kenyataannya juga mensosialisasikan ajaran yang mengandung pendidikan politik. Dengan demikian agama yang memuat nilai-nilai dan ajaran-ajaran juga dapat mendorong individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.

Selain itu secara ekonomi melalui partisipasi dalam serikat-serikat pekerja juga dapat mendorong individu untuk ikut serta dalam kegiatan politik. Organisasi pekerja merupakan ajang kampanye dan mobilisasi massa untuk dapat ikut berpolitik.

Stratifikasi serta Sistem Nilai dan Kepercayaan
Perbedaan kelas sosial dalam suatu masyarakat akan berpengaruh pada perbedaan keyakinan dan pola perilaku individu di berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik. Perbedaan kelas akan tercermin pada praktik sosialisasi, aktivitas budaya, dan pengalaman sosialnya. Tingkat partisipasi individu dalam voting dilukiskan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, ras, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, situasi, dan status individu tersebut.

Perilaku politik individu juga dipengaruhi oleh sistem nilai dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat dimana individu tersebut tinggal. Pada masyarakat Indonesia dijumpai sistem nilai dalam bermusyawarah. Sementara itu di Amerika Serikat sistem sekolah dianggap sebagai agen sosialisasi politik.

Pengertian Sosialisasi Politik
Terdapat berbagai macam definisi untuk mengartikan pengertian sosialisasi politik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses internalisasi nilai, pengenalan dan pemahaman, pemeliharaan dan penciptaan, serta proses eksternalisasi nilai-nilai dan pedoman politik dari individu/kelompok ke individu/kelompok yang lain. Sosialisasi politik ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Agen-agen Sosialisasi Politik
Dalam suatu proses sosialisasi nilai dan perilaku politik diperlukan agen-agen sosialisasi yang merupakan pihak yang melakukan transfer nilai. Agen pertama adalah keluarga dimana individu menerima warisan nilai-nilai pada tahap awal dalam hidupnya. Sosialisasi ini dapat terjadi secara represi atau partisipatoris. Sekolah juga merupakan agen sosialisasi politik sebab sekolah menjalankan fungsi transformasi ilmu pengetahuan, nilai dan sikap yang di dalamnya juga termasuk ilmu, nilai, dan sikap politik. Sosialisasi politik juga dapat melalui teman sebaya (peer group) yang sifatnya informal. Agen sosialisasi terakhir adalah media, dimana berita yang dilihat atau dibaca setiap hari merupakan sosialisasi yang efektif.

Pengertian Partisipasi Politik
Bertitik tolak dari beberapa definisi di atas, maka partisipasi politik secara umum bisa dikatakan merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kebijakannya.

Di sisi lain, partisipasi politik pun diarahkan untuk memperkuat sistem politik yang ada. Dalam tataran ini partisipasi politik dipandang sebagai bentuk legitimasi dari sistem politik yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi politik menjadi salah satu indikator signifikan atas dukungan rakyat baik terhadap pemimpinnya, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemimpinnya maupun bagi sistem politik yang diterapkannya.


Bentuk dan Model Partisipasi Politik
Partisipasi pada dasarnya merupakan kegiatan warga negara dalam rangka ikut serta menentukan berbagai macam kepentingan hidupnya dalam ruang lingkup dan konteks masyarakat atau negara itu sendiri. Karena itu partisipasi itu sendiri bisa beragam bentuk kegiatannya. Bagaimana pun, ekspresi orang dalam mengemukakan atau dalam merespon berbagai macam permasalahan dan kepentingan politiknya, satu sama lain akan berbeda-beda. Uraian di atas memperlihatkan bahwa partisipasi politik sebagai suatu bentuk kegiatan atau aktivitas dapat dilihat dari beberapa sisi. Ia bisa dilihat sebagai bentuk kegiatan yang secara sadar maupun tidak sadar atau dimobilisasi. Ia bisa dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri. Kemudian dapat pula dilakukan langsung ataupun tidak langsung, melembaga ataupun tidak melembaga sifatnya, dan seterusnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang adalah berdasarkan tinggi rendahnya dan kombinasi kedua faktor tersebut menghasilkan model partisipasi politik.

Sumber Buku Sosiologi Politik Karya Arie Soesilo