Membicarakan
Bank Century sepadan dengan membicarakan episode sinetron terpanjang di
Indonesia yaitu “Tersanjung” yang penuh dengan cerita yang berkelok-kelok
seakan tiada hentinya. Sama saja dengan Bank Century sejak kasus ini terkuak ke
permukaan sejak lima tahun silam yang merugikan negara hingga 6,7 triliun belum
tuntas hingga saat ini. Layaknya suatu masakan nikmat yang kaya akan bumbu-bumbu,
kasus Bank Century pun kaya akan bumbu-bumbu politik yang disamarkan dengan
kebijakan ekonomi sehingga memberikan citarasa yang cukup unik untuk ditebak
siapakah Chef yang membuatnya.
Kasus
Bank Century dimulai dengan jatuhnya bank ini akibat penyalahgunaan
dana nasabah yang digerakkan oleh pemilik Bank Century beserta keluarganya.
Mencuatnya kasus Bank Century menjadi sangat menarik ketika mengetahui kelanjutan
jatuhnya bank ini. Tidak salah lagi, respons pemerintah begitu luar biasa
hingga bersedia melakukan bail out — respon terhadap adanya kesulitan
pada aliran dana jangka pendek, dimana entitas yang mengalami kesulitan dana
likuid namun memiliki asset yang cukup, akan disuntikan dana oleh pemerintah
atau konsorsium investor untuk “tide it over” hingga masalah keuangan jangka
pendek dapat diselesaikan melalui pengucuran dana triliunan rupiah.
Menurut Sri Mulyani, Menteri Keuangan
kala itu, bail out dana
Century dilakukan guna menghindari jatuhnya dunia perbankan di Indonesia akibat
hilangnya kepercayaan nasabah serta investor kepada beberapa bank di Indonesia.
Yang membuat upaya bail out tersebut bermasalah tiada lain
status Bank Century kala itu tidak memiliki likuiditas memadai.
Terciumnya aroma politik dari kasus Bank
Century menjadi sangat kental karena yang dipersoalkan adalah uang rakyat dalam
jumlah yang sangat besar. Kasus yang menggemparkan nusantara ini dengan segera
membentuk opini publik di dalam masyarakat bahwa ada sejumlah tokoh penting di
republik ini yang memanfaatkan dana talangan tersebut untuk kepentingan politik
mereka. Memang harus diakui telah terbentuk opini publik bahwa telah terjadi
pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century yang melibatkan dana dalam jumlah
yang amat besar.
Opini publik ini diperkuat penemuan BPK
yang telah melakukan audit terhadap kasus Bank Century. Hal yang menjadi
permasalahannya adalah dana tersebut tidak jelas ke mana perginya dan siapa
saja yang menikmatinya. Ketidakjelasan yang berkepanjangan memunculkan berbagai
spekulasi di dalam masyarakat. Ketidakjelasan itu juga semakin memperkuat
tuduhan sebagian warga masyarakat bahwa telah terjadi korupsi dalam jumlah yang
fantastis yang berujung pada tuduhan terhadap pemerintah karena keputusan
tersebut oleh pejabat-pejabat tinggi negara yang terkait dengan keuangan dan
perbankan.
Sebetulnya Bailout Bank
Century yang diributkan secara politik sebetulnya merupakan langkah tepat.
Jika Bank Century tak diselamatkan, potensi kerugian yang diderita negara
maupun swasta begitu besar.
Namun, pemerintah, dalam hal ini
Bank Indonesia (BI), dengan cepat mengambil tindakan, yaitu menyelamatkan Bank
Century yang diikuti dengan kebijakan lain. Kebijakan yang dimaksud, antara
lain, satu, BI memberikan kemudahan kepada bank-bank untuk melakukan transaksi
pembelian dolar AS langsung ke BI. Dua, BI menyediakan fasilitas
pinjaman jangka pendek kepada bank-bank yang memerlukan likuiditas. Tiga, untuk
menghindari kerugian yang sangat besar, karena turunnya harga SUN yang dimiliki
bank-bank, BI memberikan alternatif cara penilaiannya, yakni mark to
market atau historical cost.
Empat, BI selalu mengawasi bank-bank
yang melakukan transaksi mata uang asing dengan rupiah, baik secara langsung
maupun dengan bantuan perusahaan money broker, untuk mencegah
terjadinya spekulasi yang berlebihan. Lima, BEI untuk sementara melarang adanya short sell serta
membatasi penurunan nilai saham dalam satu hari transaksi dengan persentase
tertentu. Hal itu untuk meredam terjadinya kemerosotan harga saham yang sangat
tajam.
Dengan penyelamatan Bank Century oleh
pemerintah (BI), Indonesia pun menjadi salah satu di antara tiga negara di
dunia (selain Cina dan India) yang perekonomiannya mengalami pertumbuhan (lebih
kurang 4%) tatkala perekonomian negara-negara lain minus. Selain
itu, meningkatnya peringkat utang Indonesia yang dilakukan lembaga peringkat
utang internasional, sehingga dapat menurunkan biaya pinjaman di masa yang akan
datang.
Tidak hanya itu, tingkat inflasi selama
2009 merupakan yang terendah selama 10 tahun terakhir. Kredit yang disalurkan
perbankan tumbuh sekitar 15%. Suku bunga juga stabil dan menunjukkan tren
menurun. Sementara itu, nilai valuta asing (valas) terhadap rupiah
relatif stabil, per US$1 setara dengan sekitar Rp9.500.
Berikut gambaran besarnya potensi
kerugian yang akan timbul pada akhir 2008—dalam hal ini penurunan nilai
surat-surat berharga dan kenaikan nilai kurs rupiah terhadap mata uang asing
yang akan diderita negara maupun pihak swasta di luar kerugian-kerugian
lain—jika bailout Bank Century tidak dilakukan, dengan asumsi:
1) semua
badan usaha milik negara atau BUMN (bank, asuransi, dana pensiun, dan lainnya)
di Indonesia mempunyaioutstanding SUN Rp100 triliun,
2) perusahaan
non-BUMN memegang SUN Rp50 triliun,
3) semua
BUMN di Indonesia mempunyai outstanding utang dalam valas
sebesar US$25 miliar (semua utang mata uang asing diasumsikan sebagai dolar
AS),
4) perusahaan
non-BUMN memegang utang dalam valas sebesar US$20 miliar (semua utang mata uang
asing diasumsikan sebagai dolar AS),
5) pemerintah
Indonesia mempunyai utang dalam valas lebih kurang Rp60 miliar (semua utang
mata uang asing diasumsikan sebagai dolar AS), dan
6) pemerintah
melalui LPS harus membayar/mengganti uang nasabah (deposito dengan simpanan
maksimum Rp2 miliar) sebesar Rp4,7 triliun.
Potensi kerugian yang akan timbul jika
bailout tidak dilakukan, yaitu, satu, negara (pemerintah plus BUMN) menderita
kerugian sebesar Rp296,4 triliun. Dua, secara nasional (negara plus perusahaan
non-BUMN) menderita kerugian sebesar Rp372,2 triliun. Tiga, potensi penurunan
pajak (PPh) sebesar Rp46,875 triliun.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa tindakan bailout Bank Century oleh pemerintah sangat tepat, di luar
hal-hal yang mungkin terjadi (ada penyimpangan atau tidak dalam internal Bank
Century sebelum atau sesudah dilakukan penyelamatan). Dengan
sangat cepatnya pengambilan keputusan, yaitu mengatasi krisis Bank Century
tersebut, memulihkan kondisi keuangan menjadi kembali normal pun tidak
memerlukan waktu lama.
Karena itu, masyarakat bukan pelaku
bisnis keuangan tidak begitu merasakan telah terjadi krisis. Bila dibiarkan,
mungkin kondisinya akan lebih parah daripada yang terjadi pada 1998. Bagi
pengamat, pelaku bisnis keuangan, dan perbankan, akhir 2008 memang benar-benar
ada krisis keuangan.
Pernyataan di atas merupakan pandangan
dari sisi ekonomi dalam menyikapi kasus Bank Century, akan tetapi walaupun
mempunyai tujuan yang baik tetap saja ada tokoh besar yang telah membuat mega
proyek ini. Ditambah pada masa itu adalah moment mencari dana segar untuk
memancing masyarakat agar terkena kail di pemilu 2009 silam.
Dalam menyikapi sebuah permasalahan yang
berkaitan dengan Hukum dan Politik. Perlu dipahami bahwa asumsi dasar yang
dipakai dalam mengkaji adalah hukum merupakan sebuah produk politik. Karakter
dari setiap produk hukum akan sangat ditentukan oleh kekuatan politik yang
melahirkannya. Dalam kasus Bank Century ini bahwa ketentuan hukum yang
dilahirkan dalam menanganinya merupakan hasil dari politik. Namun dalam
pengkajian kasus Bank Century perlu dipertegas bahwa kasus tersebut bukanlah
hasil dari politisasi. Karena memang kasus tersebut sudah menjadi bagian dari
kebijakan publik.
Pandangan bahwa hukum dalam hal ini
adalah hasil dari politik berdasarkan fakta bahwa setiap produk hukum adalah
hasil keputusan politik. Dalam kasus Bank Century ini keputusan yang dilahirkan
dalam penyelesaiannya merupakan sebuah hasil dari pemikiran pemerintah yang
dipakai untuk tujuan tertentu yang sering disebut sebagai politik. Meski tetap
harus ditekan bahwa politik harus tunduk pada ketentuan hukum.
Di Indonesia sendiri fenomena terjadi
dan dibuktikan dengan kasus Bank Century. Fungsi instrumental dari hukum
sebagai sarana kekuasaan politik yang lebih berpengaruh dan dominan daripada
fungsi-fungsi lainnya. Karakter ini muncul pada Indonesia adalah karena adanya
tujuan, isi, dan substansi atas segala prosedur dalam mencapai tujuan tersebut
sesuai ketentuan undang-undang.
Dalam penyelesainnya kasus Bank Century
ditempuh kebijakan hukum berupa dana talangan. Hal tersebut dilakukan demi
stabilitas ekonomi Indonesia. Demi menjaga Indonesia dari serangan krisis
global. Selain itu langkah hukum tersebut juga demi menjaga stabilitas politik
yang merupakan syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk berhasilnya
pembangunan ekonomi. Dengan demikian instrumen dari penyelesaian kasus Bank
Century sebagai langkah pembangunan menunjukkan hukum bukanlah tujuan. Namun
terlihat jelas hukum diproduksi untuk mendukung politik. Oleh sebab itu segala
peraturan maupun produk hukum lainnya yang tidak dapat mewujudkan stabilitas
dan pertumbuhan politik harus dihapuskan. Sehingga saat ini hal tersebut malah
disalahgunakan dengan pembuktian peraturan yang menjadi landasan hukum
diberikannya dana talangan untuk Bank Century.
Referensi:
Diakses
pada tanggal 20/06/2013 pukul 19.57 wib
0 comments:
Post a Comment