Ilmu layaknya isian risol, beraneka ragam namun satu kenikmatan.

Friday, March 29, 2013

Wajah Hukum di Indonesia

8:15 AM Posted by Agus Hadi Muhidin , No comments

LawImage.jpg (858×559)

Membicarakan hukum itu tidak ada habisnya, selayaknya berkas hakim dikala sedang mengadili terpidana suatu kasus. Tebalnya berkas pun berkorelasi dengan apa yang telah diperbuat oleh terdakwa, mungkin ada yang tipis hanya sebatas maling ayam atau bahkan ada yang setebal tumpukan buku-buku yaitu milik sang tikus berdasi yang dicintai oleh hukum. Mengapa harus dicintai? Hukum selayaknya dirancang dan dibuat oleh para pemangku kekuasaan di singgahsana yanga katanya mengatasnamakan rakyat, padahal salah satu oknum tikus yang usil ada di sana. Jadi hukum pun dibuat oleh orang yang korupsi dan mngerti akan tindakkannya yang melanggar hukum, dan dia pun mengetahui caranya meloloskan diri dari jerat jeruji besi.
Oh... pasti ini di Indonesia! Itu lah salah satu pikiran yang ada di kepala anda. Iya itu tidak salah, karena memang sudah menjadi kenyataan dan seaakan menjadi rutinitas setiap tahunnya pasti selalu ada kasus baru tentang korupsi sang tikus berdasi. Mencengangkan! Salah satu kata yang paling laris dijadikan headline news, para media masa seaakan ingin memperlihatkan sifat hedonisme para koruptor yang terlihat dari kekayaannya. Keadaan seperti ini berbeda sekali dengan masa penjajahan, sekarang seaakan taji Indonesia menghilang seiring trik dan intrik yang dimanipulasi oleh segelintir orang yang haus akan kekuasaan dan harta.
Banyak sekali tersangka koruptor yang tidak merasa dihukum, seakan-akan dia sedang beristirahat sejenak seblum memikirkan pekerjaan kotor apa lagi yang akan diperbuatnya. Sebetulnya masyarakat sudah jengah dengan melihat berita di media massa yang selalu mengangkat topik korupsi yang seakan tidak akan pernah angkat kaki dari negeri ini. Akan tetapi masyarakat hanya bisa diam dan pasrah dengan keadaan ini, mengingat mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena hukum di Indonesia hanyalah permainan bagi yang berpunya.
Jika kita ibaratkan hukum seperti bentuk wajah maka wajah hukum di Indonesia itu sangatlah lengkap, dia mempunyai mata, hidung, dan mulut, tetapi masih ada saja luka dan goresan dalam wajah tersebut. Ini artinya bahwa sistem hukum di Indonesia sudah sangatlah lengkap tetapi pada kenyataannya sering terjadi penyelewangan hukum yang membuat citra hukum itu menjadi rusak.
Di sisi lain, keadilan hukum tampaknya belum seluruhnya tercapai karena terdapat ketimpangan keadilan hukum di Indonesia. Contohnya bisa kita lihat dari pemberitaan media dua tahun yang lalu: kasus yang menjerat rakyat kecil seperti kasus Mbok Minah (2009) yang dituduh mencuri 3 buah kakao yang jatuh dari pohonnya dan diancam hukuman penjara. Menurut hati nurani kita, mungkin kasus tersebut tidak perlu sampai diperkarakan di pengadilan, tetapi fakta hukum berkata lain.
Beda koruptor beda Mbok Minah, terkadang para koruptor masih aman-aman saja di Indonesia -- tanpa proses hukum atau mungkin bisa kabur ke luar negeri, sedangkan nasib orang-orang kecil seperti Mbok Minah dirampas haknya. Ironis. Mungkin benar ungkapan masyarakat luas terhadap penegakan hukum di Indonesia: “yang kuat yang akan menang karena banyak uang,” sungguh miris kita mendengarnya.
Permasalahan hukum di Indonesia bukan saja mengenai korupsi, masih banyak pelanggaran hukum lain yang entah mengapa seakaan hukum tidak berani menegakkan pedangnya. Mulai dari kasus HAM yang tidak pernah terselesaikan hingga saat ini, padahal jejak tersangka dan dalang-dalangnya sudah diketahui. Akan tetapi lagi-lagi hukum pun bisa bicara lain, dan akhirnya seperti sekarang ini tidak tahu arahnya. Sebetulnya Indonesia semakin berkembang seiring semakin terbukanya perekonomian Indonesia akan investasi asing, tetapi hukum tentang pengaturan investasi dan ekspor impor pun seperti kurang berpihak terhadap bangsa pribumi. Lihat saja contoh terbesar saudara kita di timur sana, mereka menjadi korban atas kebijakan penguasa dengan memberikan ijin untuk mengeksploitasi tambang. Tetapi walaupun UUD’45 telah mengatur bahwa semua sumber daya alam yang dimiliki Indonesia adalah milik rakyat dan untuk rakyat.
Sehingga bukan hal yang aneh jika suatu waktu asing memainkan harga minyak dunia (CPO) dan akan berimbas pada perekonomian Indonesia, karena Indonesia tergabung dalam OPEC sehingga harus mengikuti perkembangan harga minyak dunia. Bukan saja minyak bumi yang menjadi monopoli asing, tetapi yang akhir-akhir ini adalah komoditi bawang dan daging sapi yang ternyata ketergantungan pada impornya masih tinggi. Kemana regulasi hukum yang mengatur tentang hal ini? Kenapa baru sekarang terpikirkan ternyata Indonesia masih mengimpor bawang? Padahal lahan pertanian Indonesia itu luas dan subur, itulah hasil dari kebijkan hukum yang kurang berfungsi pada pengaturan ekonomi Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri, realita wajah hukum di Indonesia memang seperti ini, keadilan terkadang sulit tercipta. Padahal, tujuan mulia hukum sebenarnya adalah untuk kepentingan manusia. Hukum juga bertujuan untuk membuat ketertiban masyarakat melalui proses yang berkeadilan. Meminjam pernyataan Profesor Satjipto Rahardjo: “hukum harus digali dengan upaya-upaya progresif untuk menggapai terang cahaya kebenaran dan menggapai keadilan.”

Referensi:
http://rumahnarasi.blogspot.com/2011/09/wajah-hukum-di-indonesia-keadilan-dan.html
http://yudicare.wordpress.com/2011/03/19/kritik-atas-undang-undang-penanaman-modal-di-indonesia/
http://www.hukumonline.com/pusatdata/UU_NO_25_2007.htm

0 comments:

Post a Comment