Ilmu layaknya isian risol, beraneka ragam namun satu kenikmatan.

Sunday, November 10, 2013

Upaya Memberantas Korupsi oleh Generasi Penerus

6:02 PM Posted by Agus Hadi Muhidin , No comments
Korupsi mungkin adalah penyakit yang susah sekali hilang dari Negeri ini, hampir setiap hari dapat kita baca dari berbagai media yang terbit baik elektronik maupun cetak mengenai kasus korupsi. Banyak berita yang menyorot perilaku pejabat daerah sampai pusat yang menyalahgunakan wewenangnya dengan tujuan memperkaya diri sendiri sangat mudah ditemukan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum jika banyak pejabat daerah atau wakil rakyat yang menjadi sorotan media. Publikasi mengenai korupsi ini di satu sisi bagus untuk menimbulkan efek jera, tetapi pada saat yang bersamaan membawa efek yang tidak baik bagi perkembangan mental generasi muda.

Sepertinya korupsi dikalangan pejabat adalah hal yang wajar dan biasa. Mereka tahu hal apa yang akan diterima sebagai konsekuensi korupsi. Seringkali kita baca dalam surat kabar tentang korupsi yang berisi bahwa para pejabat itu seperti tidak memiliki rasa malu karena telah melakukan korupsi. Mereka seakan berlomba melakukan tindak korupsi. Seolah-olah siapa yang tidak melakukan tindakan korupsi adalah orang yang tidak waras.

Dalam karangan ini saya mencoba memaparkan secara jelas bahwa korupsi adalah suatu penyalahgunaan wewenang atau jabatan dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri. Dari karangan ini juga kita bisa ketahui bahwa, korupsi juga bisa diartikan sebagai tindakan menyelewengkan uang rakyat atau negara. Perilaku korupsi yang dilakukan pejabat ini sangat meresahkan dan merugikan rakyat.

Hingga sekarang tingkat korupsi sangat tinggi terjadi di Indonesia, hal ini disebabkan karena masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Sanksi hukum yang diberikan pada pelaku korupsi masih terlalu ringan sehingga tidak segan para pejabat yang lainnya untuk meniru perilaku korupsi. Terkadang kita sering bertanya-tanya mengapa kasus korupsi ini rasanya sulit lepas dari bangsa ini. Bahkan satu kasus korupsi belum selesai, datang lagi kasus korupsi yang baru. Bahkan tidak hanya pejabat ataupun wakil rakyat yang tertangkap melakukan tindak korupsi, pegawai negeri dilingkungan departemen pun juga melakukan hal yang sama. Bahkan departemen pajak sudah dua kali pegawainya tertangkap melakukan tindak korupsi.

Mungkin ini semua karena bangsa ini terlalu mementingkan rasa toleransi sehingga kemurnian makna toleransi itu sampai “kebablasan”, bayangkan saja semua pelaku duperlakukan seperti tahanan tindak pidana pada umumnya, bahkan diberikan fasilitas yang berbeda dibandingkan narapidana lain. Seperti yang baru-baru ini kita lihat dalam kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Akhil Mochtar dalam kasus suap sengketa pilkada Lebak Banten. Tidak hanya media cetak atau artikel tentang korupsi yang menyoroti kasus ini, semua media massa termasuk televisi juga menanyangkan jalannya perkembangan kasus ini. Coba bayangkan seorang Ketua Mahkamah Konstitusi yang termasuk badan yudikatif saja melakukan tindak korupsi, akan ke siapa lagi bangsa ini memperjuangkan keadilan jika keadilan saja sudah diperjual-belikan.

Pemberitaan mengenai korupsi ini mau tidak mau juga berpengaruh terhadap masyarakat terutama generasi bangsa. Secara tidak langsung apa yang mereka baca dalam berita tentang korupsi ini sedikit mengganggu, bahkan tidak jarang membuat mereka sedikit frustasi. Sebagian lagi ada yang sudah tidak percaya dengan kinerja wakil rakyat ataupun para pejabat yang mengemban amanat rakyat. Jadi wajar saja jika ada yang beranggapan para pejabat dan wakil rakyat sangat rentan dengan tindak korupsi.

Banyaknya berita dan artikel tentang korupsi yang kita ikuti dari berbagai media bukan tanpa makna. Makna dari berita korupsi tersebut adalah penderitaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak menderita, di tengah kondisi masyarakat yang masih banyak kesulitan dan mengalami kemiskinan, para wakil rakyat dan pejabatnya malah menghambur-hamburkan uang rakyat. Amanah yang diemban untuk kesejahteraan rakyat, malah di makan sendiri dan untuk memperkaya diri sendiri.

Secara umum korupsi benar-benar melumpuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Meski kita sudah memasuki era reformasi, dan lepas dari pengaruh orde baru, namun bibit korupsi kolusi dan nepotisme pada masa orde baru masih belum bisa dihilangkan. Reformasi yang didengung-dengungkan akan membawa perubahan menjadi lebih baik lagi, pada kenyataannya belum dilaksanakan dengan jujur. Bahkan masyarakat masih merasa dirugikan.

Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundangan-undangan dan dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi. Harapan terhadap produk-produk hukum diatas adalah praktek Korupsi sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi dapat menjadi suatu usaha preventif.


Upaya Pemberantasan Korupsi

Korupsi yang terjadi besar-besaran dan terus menerus, yang terjadi di Indonesia bukan berarti tidak dicari solusi yang paling jitu. Namun yang terjadi adalah mereka yang harusnya menjadi pemberantas korupsi ternyata juga ikut terjun menjadi koruptor.

Upaya pemberantasan korupsi juga dilakukan, salah satunya adalah mulai diberikannya pendidikan anti korupsi sejak dini yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Namun masih banyak kita temui pemberitaan mengenai korupsi, berarti masih banyak kegagalan pendidikan anti korupsi di sekolah-sekolah.

Kegagalan memberikan pendidikan anti korupsi dapat dilihat dari program kantin kejujuran di sekolah, yang ternyata masih belum membuahkan hasil. Kegagalan dalam pendidikan anti korupsi di Indonesia terjadi karena miskinnya keteladanan yang diberikan para pemimpin, orang tua maupun guru.

Bukan saja pendidikan anti korupsi sejak dini yang bisa membebaskan bangsa ini dari para koruptor, akan tetapi dengan pendidikan agama yang benar-benar baik akan membuat ahlak seseorang menjadi baik dan tidak ingin melakukan tindak korupsi. Karena sebetulnya para pelaku korupsi bukanlah orang-orang biasa melainkan orang-orang berpendidikan tinggi, jadi pendidikan setinggi apapun bukan jaminan seseorang tidak akan melakukan tindak korupsi. Oleh karena itu ahlak dan agama lah yang menjadi obat agar penyakit korupsi ini hilang dari Negeri ini.  

Serta jika generasi penerus bangsa ini bersinergi dan bersatu untuk melawan korupsi dengan cara melakukan kegiatan positif dan menyalurkan hobi menjadi suatu prestasi yang membanggakan dan mengharumkan Negara Indonesia, dan kata korupsi pun akan hilang dari benak bangsa Indonesia.