Nama : Agus Hadi Muhidin
NPM : 20211369
Kelas : 4EB01
Softskill :
Akuntansi Internasional
Tema : Pertumbuhan Dan Penyebaran Operasi
Multinasional
Isu
Transfer Pricing Perusahaan
Multinasional
Berbicara
mengenai perusahaan multinasional pastilah akan membicarakan bagaimana kegiatan
perusahaan di dalam negeri dengan perusahaan yang di luar negeri. Bisnis
internasional secara tradisional terkait dengan perdagangan luar negeri. Saat
ini, bisnis internasional semakin berhubungan dengan investasi asing langsung,
yang meliputi pendirian system manufaktur atau distribusi di luar negeri dengan
membentuk afiliasi yang dimiliki seutuhnya, usaha patungan atau aliansi
strategis.
Operasi yang
dilaksanakan di luar negeri membuat manajer keuangan dan akuntan menghadapi
resiko berupa semua jenis masalah yang tidak mereka hadapi ketika operasi
perusahaan dilaksanakan di dalam wilayah suatu negara. Manajer keuangan dan
akuntan juga harus memahami pengaruh kompleksitas lingkungan pengukuran akuntansi
suatu perusahaan multinasional (multinational
enterprise–MNE).
Sesuai dengan kepetusan
pemerintah dengan menandatangani perjanjian Masyarakat Ekonomi Asean 2015 yang
akan mengakibatkan masuknya perusahaan-perusahaan asing ke Indonesia. Sehingga
akan terjadi transaksi internasional dalam perusahaan asing tersebut, salah
satunya yaitu praktek harga transfer yang biasa dilakukan dalam perusahaan
multinasional. Harga transfer itu sendiri didefinisikan sebagai suatu harga
jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat
pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying
divison). (Henry Simamora, 1999:272). Transfer pricing sering juga disebut
dengan intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional atau
internal pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan
pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota (grup
perusahaan). Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-produk antara (intermediate product) yang merupakan
barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok okeh divisi penjual kepada divisi
pembeli.
Tujuan harga transfer
berubah apabila melibatkan multinational
corporation (MNC) serta barang yang ditransfer melalui batas-batas negara.
Tujuan penentuan harga transfer internasional terfokus pada meminimalkan pajak,
bea, dan risiko pertukaran asing, bersama dengan meningkatkan suatu kompetitif
perusahaan dan memperbaiki hubungannya dengan pemerintah asing. Walaupun tujuan
domestik seperti motivasi manajerial dan otonomi divisi selalu penting, namun
seringkali menjadi sekunder ketika transfer internasional terlibat.Perusahaan
akan lebih fokus pada pengurangan pajak total atau memperkuat anak perusahaan
asing. Oleh karena itu transfer pricing juga sering dikaitkan dengan suatu
rekayasa harga secara sistematis yang ditujukan untuk mengurangi laba yang
nantinya akan mengurangi jumlah pajak atau bea dari suatu negara.
Menurut Setiawan (2014)
pengertian di atas merupakan pengertian yang netral, walaupun sering sekali
istilah transfer pricing
dikonotasikan dengan sesuatu yang tidak baik (sering disebut abuse of transfer pricing), yaitu suatu
pengalihan penghasilan dari suatu perusahaan dalam suatu negara dengan tarif
pajak yang lebih tinggi ke perusahaan lain dalam satu grup di negara dengan
tarif pajak yang lebih rendah sehingga mengurangi total beban pajak group perusahaan
tersebut.
Contoh sederhana dari abuse of transfer pricing adalah sebuah
perusahaan—X Corp—berkedudukan di negara X memiliki anak perusahaan di
Indonesia, yaitu PT ABC, yang bergerak di bidang industri mainan. Untuk memproduksi
mainan yang dijual di Indonesia, PT ABC mengimpor bahan baku dari X Corp. Harga
wajar bahan baku tersebut di pasar misal US$10/pcs. Tapi, dalam transaksi
antara X Corp dengan PT ABC, harga bahan baku yang sama dijual dengan harga
US$30/pcs. Sehingga ada mark up sebesar US$20/pcs. Harga US$10/pcs ini tidak
akan mungkin terjadi jika transaksi tersebut dilakukan dengan perusahaan yang
bukan dalam satu grup atau tidak mempunyai hubungan istimewa. Sehingga tidak
terjadi prinsip harga pasar wajar pada transaksi ini (arm’s length price principle).
Penjelasan
di atas menunjukkan bahwa abuse of transfer pricing sangat berpotensi menyebabkan
risiko berkurangnya pendapatan negara dari sisi penerimaan pajak. Rumor menyebutkan
bahwa potensi jumlah penerimaan pajak yang hilang akibat praktik abuse of transfer
pricing mencapai Rp1.300 triliun/tahun7. Jumlah yang sangat mencengangkan karena
jumlah tersebut mencapai sekitar 114% dari target penerimaan pajak tahun 2013. Pemerintah
Indonesia sendiri mulai memperhatikan praktik transfer pricing pada
tahun 1993,
itu pun hanya
diatur secara singkat melalui SE-04/PJ.7/1993 yang kemudian disusul dengan KMK-650/KMK.04/1994
tentang daftar tax haven countries. Setelah itu baru pada tahun 2009 (setelah
16 tahun), Indonesia lebih serius memperhatikan praktik transfer pricing
melalui UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Oleh karena itu pemerintah khususnya
Direktorat Jendral Pajak telah membuat beberapa regulasi baru untuk mengurangi
praktek harga transfer yang tidak baik ini. Walaupun pertumbuhan dan
perkembangan operasi perusahaan multinasional memberikan dampak terhadap
peningkatan perekonomia Indonesia, akan tetapi pemerintah harus tetap mengawasi
praktek-praktek transaksi internasional yang merugikan negara.
Sumber:
Setiawan, Hadi. 2014. “Transfer
Pricing dan Risikonya Terhadap Penerimaan Negara.” Peneliti Pertama PPRF, BKF,
Kementerian Keuangan