Sebelum mengulas lebih jauh mengenai
“etika bisnis” kita pahami terlebih dahulu apa itu “etika”. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI, 1988) menjelaskan pengertian etika dengan membedakan
tiga arti, yakni: Ilmu tentang apa yang baik
dan buruk, kumpulan azas atau nilai,
dan nilai mengenai benar dan salah.
Dari definisi tersebut kita dapat simpulkan bahwa aspek-aspek yang disebut
diatas ada pada diri manusia, sehingga yang menjadi objek pada etika yaitu
prilaku “manusia” itu sendiri. Sedangkan definisi “bisnis” menurut Griffin dan
Ebert (1996), “Business is all those activities involved in providing the goods and
services needed or desired by people” yang bermakna aktifitas yang
menyediakan barang atau jasa yang diperlukan atau diinginkan oleh konsumen.
Maka
daripada itu jika digabungkan makna dari etika bisnis adalah merupakan cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Secara sederhana yang dimaksud
dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita
menjalankan bisnis secara adil (fairness),
sesuai dengan hukum yang berlaku (legal)
tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Menurut Von der Embse
dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988) yang
berjudul Managerial Ethics Hard Decisions on Soft Criteria (dalam Santosa,
2007), membedakan antara ethics, morality
dan law sebagai berikut :
- Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior for an occupation, trade and profession.
- Morality is the precepts of personal behavior based on religious or philosophical grounds.
- Law refers to formal codes that permit or forbid certain behaviors and may or may not enforce ethics or morality.
Berdasarkan pengertian
tersebut, terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis
:
- Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
- Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
- Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Perkembangan
dalam Etika Bisnis
Perkembangan dalam etika bisnis dibagi menjadi 5 periode yaitu sebagai berikut:
- Situasi Dahulu : Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
- Masa Peralihan tahun 1960-an : ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility (CSR).
- Etika Bisnis Lahir di AS tahun 1970-an : sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
- Etika Bisnis Meluas ke Eropa tahun 1980-an : di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN),
- Etika Bisnis menjadi Fenomena Global tahun 1990-an : tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Bisnis melibatkan
hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu: pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers,
pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus
mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders
dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja
dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan
dalam berbisnis. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan
makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan
yang tidak etis yaitu bribery, coercion,
deception, theft, unfair dan discrimination.
Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam
berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau
karyawan.
Kesaling
– tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Tidak dapat dipungkiri bahwa bisnis merupakan
bagian dari masyarakat, oleh karenanya bisnis harus tunduk terhadap norma-norma
yang ada di masyarakat. Keadaan seperti ini membawa serta etika-etika dalam
kegiatan bisnisnya, baik etika antara sesama pelaku bisnis maupun terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Untuk itu etika
ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan
itu sendiri Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai
sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Dengan memetakan pola
hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika
bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Etika bisnis
merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah
etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga
memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.
Kepedulian
Pelaku Bisnis Bisnis Terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh,
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand,
pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung
jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.Etika Bisnis dalam Akuntansi
Dalam menjalankan
profesinya, seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat.
Selain dengan kode etik
akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan
atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk
mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah
ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban, yaitu
kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck,
vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa
etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka
perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.
Dalam menciptakan etika
bisnis yang baik, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan hal
sebagai berikut :
1.
Pengendalian
diri.
2.
Pengembangan
tanggung jawab social (social
responsibility).
3. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi.
4.
Menciptakan
persaingan yang sehat.
5.
Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan”.
6.
Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi).
7.
Mampu menyatakan
yang benar itu benar.
8.
Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke
bawah.
9.
Konsekuen dan
konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan
dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Sampai pada
kesimpulan bahwa konsep etika bisnis tidak akan terlaksana apabila setiap orang
atau perusahaan tidak ingin konsisten dengan etika tersebut. Apabila semua
etika bisnis telah disepakati, sementara pengusaha atau pihak lain mencoba
untuk melakukan kecurangan demi kepentingan perusahaannya sendiri, maka semua
konsep etika bisnis akan tidak berguna. Oleh karena itu etika bisnis sangat
penting mengingat dunia usaha tidak terlepas dari elemen-elemen lain, baik
perusahaan lain, masyarakat maupun negara.
Sumber :
Sumber :
Diakses pada tanggal 3/10/2014 pukul 8.51 wib